Hujan

Saturday, January 30, 2010

Hujan. Hari ini hujan. Saya selalu suka jika hari hujan. Buat saya hujan itu identik dengan kesejukan. Hujan itu identik dengan kedamaian. Hujan itu identik dengan rasa tenang dan relaks. Hidup di perkotaan yang padat, membuat semuanya terasa gersang. Polusi yang merajalela membuat keadaan semakin panas. Tapi begitu kota diguyur hujan, semuanya seperti tampak damai. Orang-orang yang biasanya ganas, sangar dan berbicara keras, seakan juga ikut dalam kesyahduan hujan.

Kadang saya ingin agar setiap hari selalu hujan. Agar semuanya terasa segar dan rileks. Tapi bagaimana dengan jemuran-jemuran kta? Bagaimana dengan para petani di sana? Mereka sangat menunggu sinar matahari untuk menyinari tanaman mereka. Mereka butuh kehangatan matahari untuk kesuburan tanamannya. Bagaimana dengan tukang es di jalan? Mereka bisa-bisa bangkrut karena semua orang butuh minuman hangat sewaktu hujan.

Hujan selalu membuat saya merasa damai. Sebagian bahkan sampai tertidur (saking damainya). Sedangkan panas matahari di siang hari, tidak pernah membuat saya merasa lebih baik. Tapi bagaimanapun saya sada sepenuhnya, bahwa mereka, baik hujan dan matahari, selalu ada untuk yang terbaik. Saya selalu berusaha untuk mensyukuri kehadiran keduanya. Baik ketika saya basah kuyup karena kehujanan, ataupun basah kuyup bermandikan keringat sewaktu panas menyengat.

Seringkali kita protes terhadap Tuhan, manakala kita selalu diberikan hujan. Hujan jadi sering dianggap sial. Hujan itu penyebab banjir, dan orang-orang yang harus menderita akibat hujan, sangat membenci kehadiran hujan. Rumah saya juga kebanjiran sewaktu hujan deras. Jika dahulu saya biasa tenang menghadapi hujan, jika dahulu saya begitu menikmati setiap tetes hujan, maka di rumah saya sekarang, kami sekeluarga harus was-was karena hujan. Sewaktu-waktu hujan bisa jadi sangat deras. Sewaktu-waktu, rumah kami bisa kebanjiran. Walaupun demikian, saya masih tetap senang dengan datangnya hujan. Saya masih senang mendengar rintik hujan di genteng rumah.

Di lain waktu seringkali juga kita protes jika hujan tidak kunjung turun. Pana begitu menyengat. Cuaca begitu tidak bersahabat. Semua terasa panas. Tensi darah terasa naik. Emosi jadi labil dan sangat tidak nyaman. Mudah-mudahan saya selalu berusaha untuk menikmati di kala hujan ataupun cuaca panas. Saya ingin menyukuri bahwa keduanya haru datang silih berganti. Walaupun saya menikmati hujan, tidak berarti saya harus prote karena cuaca panas, dan mudah-mudahan anda juga begitu. Hanya karena hujan terlalu sering, mudah-mudahan tidak membuat kita protes pada Tuhan. Karena jika kita melakukannya. Nikmat apa lagi yang akan kita pungkiri?

Hidup Sepenuhnya

Saya lelah mengejar sesuatu yang bukan saya inginkan, saya lelah menjadi seseorang yang bukan diri saya. Saya ingin hidup sepenuhnya. Hidup seutuhnya. Hidup dengan penuh arti dan rasa syukur. Saya ingin melakukan sesuatu yang saya cintai. Melakukan sesuatu dengan penuh suka cita, dengan penuh kegembiraan. Persis seperti seorang anak kecil yang sedang bermain dengan riang.

Konon, kita akan menjadi besar dengan melakukan yang kita cintai. Konon Kita tidak mungkin menjadi yang terbaik dengan mengerjakan sesuatu yang tidak betul-betul kita inginkan. Konon, kita tidak akan pernah mencapai tempat yang ingin kita tuju, jika saat ini kita masih berada di tempat yang sebetulnya tidak ingin kita berada.

Suatu saat saya akan mati seperti yang lain. Dan sampai detik ini, saya bukan siapa-siapa dan bukan apa-apa. Apa yang sudah saya lakukan untuk dunia?. Saya ingin sekali memberi arti sebelum saya mati. Saya ingin sekali menjadi sesuatu bagi orang lain. Menjadi sesuatu bagi dunia, bagi sesama. Saya tidak ingin membuang banyak waktu dalam hidup saya, dan berkutat dengan hal-hal yang tidak saya cintai. Saya ingin menghabiskan sisa waktu hidup saya dengan penuh suka cita. Saya ingin menjadi tua dengan apa yang saya cintai.

Jika saya memilih menjadi tua, maka saya ingin menjadi ciputra. Jika saya memilih menjadi tua, saya ingin menjadi Kolonel Sanders. Mereka menghabiskan sisa tuanya dengan sangat produktif. Memberi arti bagi sesama. Memberi arti bagi dunia.

Kapan saya bisa seperti mereka? Terkadang mengurusi hal-hal sepele pun saya masih banyak salah. kapan saya akan naik peringkat? Kapan saya akan memikirkan nasib orang lain. Kapan saya akan memikirkan perut orang lain. Kapan saya akan memikirkan masa depan orang lain. Kapan?, jika sekarang, saya masih duduk di sini. Memikirkan rasa takut akan masa depan.

Jika Ingin Berbahagia, maka Berbahagialah...

Tuesday, January 19, 2010

“Jika anda ingin berbahagi, maka berbahagialah…”

Itu adalah salah satu petuah bijak dari seorang besar dunia. Saya mungkin seperti orang kebanyakan yang akan langsung bertanya, “bagaimana caranya?”. Iya saya tahu bahwa kita harus bahagia, namun bagaimana caranya?. Masa sih mau bahagia, ya bahagia begitu saja. Ah…rasanya sulit sekali mencerna kata-kata bijak tersebut. Mungkin kalau kata-katanya: “Jika ingin berbahagia, maka carilah banyak harta…” itu lebih spesifik dan mudah dimengerti.



Saya juga pernah mendengar nasihat bijak dari seseorang (saya lupa, apakah ini saya dapat dari kehidupan nyata saya, ataukah dari film yang saya tonton). Namun kurang lebih begini kata-katanya: “Sedih dan bahagia itu hanyalah soal fokus. Hanya soal bagaimana kita menempatkan fokus pikiran kita kepada yang membahagiakan. Jika kita hanya berfokus pada hal-hal yang membuat kita sedih, membuat kita marah dan kesal, maka itulah yang akan terjadi pada kita”. Namun sebaliknya, jika kita mulai membiasakan untuk lebih berfokus pada yang pada yang dapat membuat kita bahagia, maka itu akan membahagiakan.


Anda pernah dengar kan kata-kata, “Obat yang paling manjur di dunia adalah tertawa”. Para ahli kedokteran bahkan secara terang-terangan mengakui, bahwa sebagian besar penyakit yang dialami seorang pasien adalah lebih disebabkan karena luka batinnya. Sedih, takut, marah, kecewa, akan menghasilkan depresi. Depresi akan meningkatkan resiko bagi datangnya berbagai penyakit.


Jadi, kenapa kita sekarang masih senang sekali untuk bersedih-sedih? Bagaimana kalau mulai dari sekarang kita coba untuk melihat di sekeliling kita tentang semua yang bisa membahagiakan kita. Bahwa kita masih punya pekerjaan sedangkan yang lain masih banyak yang menganggur, atau kita masih bisa bekerja, membangun usaha, sedangkan yang lain mungkin mengurus dirinya sendiri saja sulit. Bahagialah karena Tuhan masih memberikan kita kesempurnaan fisik untuk bekerja sementara banyak orang di luar sana harus hidup dalam penuh ketidaksempurnaan fisik. Bahagialah bahwa saat ini kita memiliki tempat berteduh, kita masih bisa terlindung dari hujan dan panas, dan masih bisa beristirahat jika malam tiba, sementara banyak orang di luar sana yang harus hidup beratapkan langit.


Berbahagialah karena kita masih mempunyai pikiran yang sehat. Banyak hal yang masih bisa kita rencanakan. Banyak yang masih harus kita lakukan untuk orang-orang di sekitar kita. Berbahagialah kita masih diberi kesehatan akal dan mental sementara banyak orang di luar sana harus termenung sedih meratapi saudaranya, keluarganya dan bahkan sekedar orang yang dikenalnya, yang harus mengalami kekurangan secara akal dan mental. Dan bahkan masih ada seribu satu alasan untuk orang-orang yang kurang beruntung tersebut, untuk dapat menyebut dirinya “orang beruntung”.


Di atas langit masih ada langit. Di atas orang yang pintar, masih ada banyak orang yang pintar. Di atas orang besar, masih ada banyak orang besar, di atas orang yang bahagia masih banyak orang bahagia, dan begitupun dengan yang kekurangan dan yang menderita. Sehebat dan senikmat apapun Anugrah yang diberikan Tuhan kepada kita, masih ada seribu satu alasan untuk mengingkarinya. Masih ada seribu satu alasan untuk kita memilih menjadi orang yang selalu merasa kurang dan menderita, dan begitu pun sebaliknya. Masih ada seribu satu alasan bagi mereka yang selama ini dianggap kurang, kecil dan terbuang, untuk bisa menyebut dirinya “si paling beruntung”.


Mereka yang selalu kita anggap penuh kesulitan hidup, namun masih mempunyai banyak senyum untuk dibagikan kepada orang lain di sekitarnya. Ada seribu satu alasan bagi mereka untuk selalu tersenyum bahagia, ada seribu satu alasan bagi mereka untuk mensyukuri hidup ini. Bagaimana menurut anda? Apa mungkin mereka sudah gila? Atau justru kita yang gila? Atau…semua ini Cuma masalah fokus. Fokus kepada yang membahagiakan, fokus kepada yang membuat kita merasa senang.

 
 
 

Blogwalking

 
Copyright © menurut saya